Berkata Abdullah bin Mubarak Rahimahullahu Ta’ala: Saya berangkat
menunaikan Haji ke Baitullah Al-Haram, lalu berziarah ke makam Rasulullah
sallAllahu ‘alayhi wasallam. Ketika saya berada disuatu sudut jalan, tiba-tiba
saya melihat sesosok tubuh berpakaian yang dibuat dari bulu. Ia adalah seorang
ibu yang sudah tua. Saya berhenti sejenak seraya mengucapkan salam untuknya.
Terjadilah dialog dengannya beberapa saat.
Dalam dialog tersebut wanita tua itu , setiap kali menjawab
pertanyaan Abdulah bin Mubarak, dijawab dengan menggunakan ayat-ayat Al-Qur’an.
Walaupun jawabannya tidak tepat sekali, akan tetapi cukup memuaskan, karena
tidak terlepas dari konteks pertanyaan yang diajukan kepadanya.
Abdullah : “Assalamu’alaikum warahma wabarakaatuh.”
Wanita tua : “Salaamun qoulan min robbi rohiim.” (QS. Yaasin : 58)
(artinya : “Salam sebagai ucapan dari Tuhan Maha Kasih”)
Abdullah : “Semoga Allah merahmati anda, mengapa anda berada di
tempat ini?”
Wanita tua : “Wa man yudhlilillahu fa la hadiyalahu.” (QS :
Al-A’raf : 186 ) (“Barang siapa disesatkan Allah, maka tiada petunjuk baginya”)
Dengan jawaban ini, maka tahulah saya, bahwa ia tersesat jalan.
Abdullah : “Kemana anda hendak pergi?”
Wanita tua : “Subhanalladzi asra bi ‘abdihi lailan minal masjidil
haraami ilal masjidil aqsa.” (QS. Al-Isra’ : 1) (“Maha suci Allah yang telah
menjalankan hambanya di waktu malam dari masjid haram ke masjid aqsa”)
Dengan jawaban ini saya jadi mengerti bahwa ia sedang mengerjakan
haji dan hendak menuju ke masjidil Aqsa.
Abdullah : “Sudah berapa lama anda berada di sini?”
Wanita tua : “Tsalatsa layaalin sawiyya” (QS. Maryam : 10)
(“Selama tiga malam dalam keadaan sehat”)
Abdullah : “Apa yang anda makan selama dalam perjalanan?”
Wanita tua : “Huwa yut’imuni wa yasqiin.” (QS. As-syu’ara’ : 79)
(“Dialah pemberi aku makan dan minum”)
Abdullah : “Dengan apa anda melakukan wudhu?”
Wanita tua : “Fa in lam tajidu maa-an fatayammamu sha’idan
thoyyiban” (QS. Al-Maidah :6) (“Bila tidak ada air bertayamum dengan tanah yang
bersih”)
Abdulah : “Saya mempunyai sedikit makanan, apakah anda mau
menikmatinya?”
Wanita tua : “Tsumma atimmus shiyaama ilallaiil.” (QS. Al-Baqarah
: 187) (“Kemudian sempurnakanlah puasamu sampai malam”)
Abdullah : “Sekarang bukan bulan Ramadhan, mengapa anda berpuasa?”
Wanita tua : “Wa man tathawwa’a khairon fa innallaaha syaakirun
‘aliim.” (QS. Al-Baqarah:158) (“Barang siapa melakukan sunnah lebih baik”)
Abdullah : “Bukankah diperbolehkan berbuka ketika musafir?”
Wanita tua : “Wa an tashuumuu khoirun lakum in kuntum ta’lamuun.”
(QS. Al-Baqarah :184) (“Dan jika kamu puasa itu lebih utama, jika kamu
mengetahui”)
Abdullah : “Mengapa anda tidak menjawab sesuai dengan pertanyaan
saya?”
Wanita tua : “Maa yalfidhu min qoulin illa ladaihi roqiibun
‘atiid.” (QS. Qaf : 18) (“Tiada satu ucapan yang diucapkan, kecuali padanya ada
Raqib Atid”)
Abdullah : “Anda termasuk jenis manusia yang manakah, hingga
bersikap seperti itu?”
Wanita tua : “Wa la taqfu ma laisa bihi ilmun. Inna sam’a wal bashoro
wal fuaada, kullu ulaaika kaana ‘anhu mas’ula.” (QS. Al-Isra’ : 36) (“Jangan
kamu ikuti apa yang tidak kamu ketahui, karena pendengaran, penglihatan dan
hati, semua akan dipertanggung jawabkan”)
Abdullah : “Saya telah berbuat salah, maafkan saya.”
Wanita tua : “Laa tastriiba ‘alaikumul yauum, yaghfirullahu
lakum.” (QS.Yusuf : 92) (“Pada hari ini tidak ada cercaan untuk kamu, Allah
telah mengampuni kamu”)
Abdullah : “Bolehkah saya mengangkatmu untuk naik ke atas untaku
ini untuk melanjutkan perjalanan, karena anda akan menjumpai kafilah yang di
depan.”
Wanita tua : “Wa maa taf’alu min khoirin ya’lamhullah.” (QS
Al-Baqoroh : 197) (“Barang siapa mengerjakan suatu kebaikan, Allah
mengetahuinya”)
Lalu wanita tua ini berpaling dari untaku, sambil berkata :
Wanita tua : “Qul lil mu’miniina yaghdudhu min abshoorihim.” (QS.
An-Nur : 30) (“Katakanlah pada orang-orang mukminin tundukkan pandangan
mereka”)
Maka saya pun memejamkan pandangan saya, sambil mempersilahkan ia
mengendarai untaku. Tetapi tiba-tiba terdengar sobekan pakaiannya, karena unta
itu terlalu tinggi baginya.
Wanita itu berucap lagi. “Wa maa ashobakum min mushibatin fa bimaa
kasabat aidiikum.” (QS. Asy-Syura’ 30) (“Apa saja yang menimpa kamu disebabkan
perbuatanmu sendiri”)
Abdullah : “Sabarlah sebentar, saya akan mengikatnya terlebih
dahulu.”
Wanita tua : “Fa fahhamnaaha sulaiman.” (QS. Anbiya’ 79) (“Maka
kami telah member pemahaman pada nabi Sulaiman”)
Selesai mengikat unta itu saya pun mempersilahkan wanita tua itu
naik.
Abdullah : “Silahkan naik sekarang.”
Wanita tua : “Subhaanalladzi sakhkhoro lana hadza wa ma kunna lahu
muqriniin, wa inna ila robbinaa munqolibuun.” (QS. Az-Zukhruf : 13-14) (“Maha
suci Tuhan yang telah menundukkan semua ini pada kami sebelumnya tidak mampu
menguasainya. Sesungguhnya kami akan kembali pada tuhan kami”)
Saya pun segera memegang tali unta itu dan melarikannya dengan
sangat kencang. Wanita tua itu berkata lagi.
Wanita tua : “Waqshid fi masyika waghdud min shoutik” (QS. Lukman
: 19) (“Sederhanakan jalanmu dan lunakkanlah suaramu”)
Lalu jalannya unta itu saya perlambat, sambil mendendangkan
beberapa syair, Wanita tua itu berucap.
Wanita tua : “Faqraa-u maa tayassara minal qur’aan” (QS. Al-
Muzammil : 20) (“Bacalah apa-apa yang mudah dari Al-Qur’an”)
Abdullah : “Sungguh anda telah diberi kebaikan yang banyak.”
Wanita tua : “Wa maa yadzdzakkaru illa uulul albaab.” (QS
Al-Baqoroh : 269) (“Dan tidaklah mengingat Allah itu kecuali orang yang
berilmu”)
Dalam perjalanan itu saya bertanya kepadanya.
Abdullah : “Apakah anda mempunyai suami?”
Wanita tua : “Laa tas-alu ‘an asy ya-a in tubda lakum tasu’kum”
(QS. Al-Maidah : 101) (“Jangan kamu menanyakan sesuatu, jika itu akan
menyusahkanmu”)
Ketika berjumpa dengan kafilah di depan kami, saya bertanya
kepadanya.
Abdullah : “Adakah orang anda berada dalam kafilah itu?”
Wanita tua : “Al-maalu wal banuuna zinatul hayatid dunya.” (QS.
Al-Kahfi : 46) (“Adapun harta dan anak-anak adalah perhiasan hidup di dunia”)
Baru saya mengerti bahwa ia juga mempunyai anak.
Abdullah : “Bagaimana keadaan mereka dalam perjalanan ini?”
Wanita tua : “Wa alaamatin wabin najmi hum yahtaduun” (QS. An-Nahl
: 16) (“Dengan tanda bintang-bintang mereka mengetahui petunjuk”)
Dari jawaban ini dapat saya fahami bahwa mereka datang mengerjakan
ibadah haji mengikuti beberapa petunjuk. Kemudian bersama wanita tua ini saya
menuju perkemahan.
Abdullah : “Adakah orang yang akan kenal atau keluarga dalam kemah
ini?”
Wanita tua : “Wattakhodzallahu ibrohima khalilan” (QS. An-Nisa’ :
125) (“Kami jadikan ibrahim itu sebagai yang dikasihi”) “Wakallamahu musa
takliima” (QS. An-Nisa’ : 146) (“Dan Allah berkata-kata kepada Musa”) “Ya yahya
khudil kitaaba biquwwah” (QS. Maryam : 12) (“Wahai Yahya pelajarilah alkitab
itu sungguh-sungguh”)
Lalu saya memanggil nama-nama, ya Ibrahim, ya Musa, ya Yahya, maka
keluarlah anak-anak muda yang bernama tersebut. Wajah mereka tampan dan ceria,
seperti bulan yang baru muncul. Setelah tiga anak ini datang dan duduk dengan
tenang maka berkatalah wanita itu.
Wanita tua : “Fab’atsu ahadaku bi warikikum hadzihi ilal madiinati
falyandzur ayyuha azkaa tho’aaman fal ya’tikum bi rizkin minhu.” (QS. Al-Kahfi
: 19) (“Maka suruhlah salah seorang dari kamu pergi ke kota dengan membawa uang
perak ini, dan carilah makanan yang lebih baik agar ia membawa makanan itu
untukmu”)
Maka salah seorang dari tiga anak ini pergi untuk membeli makanan,
lalu menghidangkan di hadapanku, lalu perempuan tua itu berkata : “Kuluu
wasyrobuu hanii’an bima aslaftum fil ayyamil kholiyah” (QS. Al-Haqqah : 24)
(“Makan dan minumlah kamu dengan sedap, sebab amal-amal yang telah kamu kerjakan
di hari-hari yang telah lalu”)
Abdullah : “Makanlah kalian semuanya makanan ini. Aku belum akan
memakannya sebelum kalian mengatakan padaku siapakah perempuan ini sebenarnya.”
Ketiga anak muda ini secara serempak berkata :
“Beliau adalah orang tua kami. Selama empat puluh tahun beliau
hanya berbicara mempergunakan ayat-ayat Al-Qur’an, hanya karena khawatir salah
bicara.”
Maha suci zat yang maha kuasa terhadap sesuatu yang
dikehendakinya. Akhirnya saya pun berucap :
“Fadhluhu yu’tihi man yasyaa’ Wallaahu dzul fadhlil adhiim.” (QS.
Al-Hadid : 21)
(“Karunia Allah yang diberikan kepada orang yang dikehendakinya,
Allah adalah
pemberi karunia yang besar”)
Kisah Perempuan Yang Selalu Berbicara Dengan Bahasa Al-Qur’an [Disarikan oleh: DHB Wicaksono, dari kitab Misi Suci Para Sufi,
Sayyid Abubakar bin Muhammad Syatha, hal. 161-168] dari Situs Al-Muhajir
artikel yang sangat menarik dan menimbulkan rasa penasaran (h)
BalasHapusterimakasih atas kunjungan agan di blog qyutoz.blogspot.com dan telah meluangkan waktu anda untu membaca postingan saya yang berjudul Kisah Perempuan Yang Selalu Berbicara Dengan Bahasa Al-Qur’an :)
BalasHapusrajin-rajin mampir ya gan 8-)